Smart-Integrated Farming System” Berbasis Tanaman Pangan Lokal di Kawasan Penyangga Super Prioritas Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah

Published On: 19 Desember 2022By Tags: ,

Mataram, Universitas Mataram – Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram (Unram) berkolaborasi dengan Program Studi Teknik Elektro Unram mengimplementasikan konsep sistem pertanian terintegrasi dengan menerapkan sistem irigasi efisien berbasis Internet of Things (IoT). Kegiatan tersebut merupakan bentuk dari Program Kedaireka Matching Fund Patriot Pangan Nasional 2022 yang dijalankan sejak 5 Oktober – 19 Desember 2022 di wilayah Mandalika.

Tim pelaksana yang menjalankan program tersebut terdiri dari Prof. Ir. Bambang Hari Kusumo, M.Agr.St, Ph.D.; Dr. Ir. Lolita E. Susilowati, M.P. sebagai Ketua Tim Pelaksana; Dr. Ir. Sukartono, M.Agr.; Zuhdiyah Matienatul Iemaaniah, M.Sc.; Fahrudin, M.Si.; Dori Kusuma Jaya, M.Si.; Siska Ita Selvia, M.URP.; dan Dr. Misbahuddin, M.T.

Kegiatan ini dilatarbelakangi dengan adanya peningkatan kebutuhan pangan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang menjadi masalah utama ketahanan pangan di Indonesia. Kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga merupakan hak asasi masyarakat dan sekaligus kewajiban pemerintah. Oleh karena itu, berbagai program peningkatan produktivitas pertanian menjadi prioritas utama pemerintah.

Terkait dengan kawasan penyangga ketahanan pangan di wilayah Mandalika terkendala oleh tipologi lahan kering dan biofisik tanah yang beragam, serta topografi lahan yang berombak, bergelombang dan berbukit sedemikian rupa sehingga timbul lahan-lahan miring yang berlereng terjal. Selain itu terdapat kendala dominasi tanah liat berat (heavy clay Vertisols). Jenis tanah ini secara inherent kesuburan kimianya nisbi rendah (terutama N dan P), dan kandungan bahan organik tanahnya pun rendah. Secara fisik tanah Vertisol ini pun hampir kurang disukai oleh kebanyakan tanaman semusim, karena sistem aerasi, dan drainase buruk, serta sangat sulit ditembus sistem perakaran. Sementara, tanah-tanah yang relatif remah, terutama dari ordo Inceptisol keberadaannya di lahan-lahan miring/berbukit, yang secara alamiah rentan erosi atau longsor, diperparah oleh aktivitas antropogenik yang tidak patuh azas konserasi tanah dan air, menyebabkan lahan tersebut secara berangsur-angsur menurun daya dukungnya terhadap kegiatan pertanian, khususnya tanaman semusim.

Integrasi sifat inherent dan faktor antropogenik menyebabkan pemanfaatan sumberdaya lahan di kawasan tersebut harus lebih berhati-hati dan bijaksana. Keterbatasan sumberdaya air, harus diatasi melalui perubahan cara pandang masyarakat tehadap air, sebagai unsur yang bernilai ekonomis. Faktanya, lima (5) desa penyangga pangan di wilayah Mandalika terhampar pada zona iklim kering tipe iklim Oldeman D4 yang ketersediaan curah hujannya hanya 3-4 bulan basah dalam setahun, selebihnya adalah bulan kering dengan harapan curah hujan kurang dari 100 mm per bulan. Kondisi inilah yang memaksa petani harus diarahkan untuk melirik salah satu pendekatan pertanian yang dikenal sebagai “Smart-Integrated Farming System”, yaitu ikhtiar bertani berbasis ilmu pengetahuan dan hasil-hasil penelitian yang terintegrasi dengan praktik pertanian berbasis kearifan lokal. Para petani di kawasan tersebut secara sosiologis adalah petani tangguh dan gigih. Mereka tentu berharap bisa bertani sepanjang tahun.

Lahan kering seharusnya bukanlah penghalang untuk mewujudkan cita-cita kesejahteraan mereka. Tersedia potensi komparatif yang dapat dikembangkan pada kondisi tersebut, antara lain diversifikasi komoditas pertanian yang unggul secara produksi, dan adaptif terhadap kondisi lokal setempat, serta bernilai ekonomi tinggi. Komoditas pangan penyedia karbohidrat dan hortikutura sayur atau buah, tanaman kehutanan serta tanaman pakan ternak adalah contoh komoditas yang yang dapat diperhitungkan. Di lima desa wilayah penyangga tersebut terdapat lebih dari 3000 ekor sapi, yang masing-masing menghasilkan 15-20 kg limbah kotoran segar. Dengan demikian tersedia kekayaan kotoran sapi sebanyak 45-60 ton. Melalui sentuhan teknologi pengomposan, niscaya bahan yang sebelumnya disebut “kotoran” menjadi hara tanaman yang tak tersaingi oleh pupuk anorganik manapun. Jika pupuk organik (kompos) tersebut dimanfaatkan secara berkesinambungan, maka tidaklah mustahil tanah Vertisol yang semula sangat buruk karakteristiknya (sifat fisik, kimia dan biologi tanah), akan berubah menjadi tanah subur yang produktif sepanjang waktu.

Strategi pengelolaan lahan kering berbasis pada peningkatkan efisiensi pemupukan baik organik maupun anorganik, penggunaan bahan pembenah tanah dan efisien dalam pengunaan air irigasi menjadi pilihan strategi yang konkret untuk mendukung ketahanan pangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat tani. Dalam hal ini implementasi pertanian terintegrasi dengan pembenahan kualitas dan kesuburan tanah, efisiensi dalam penggunaan air dan pengembangan tanaman pangan lokal yang bernilai ekonomi tinggi dan adaptif terhadap kondisi tanah yang nisbi kering menjadi teknologi pertanian yang prospektif untuk mendukung ketahanan pangan lokal secara berkelanjutan.

Untuk itu tim pelaksana menerapkan konsep sistem pertanian terintegrasi dibarengi dengan menerapkan sistem irigasi efisien berbasis Internet of Things (IoT). Sistem irigasi ini dikenal dengan smart drip irrigation, di mana secara otomatis sistem akan mengairi tanaman pada saat kelengasan tanah di bawah kapasitas lapang (<40%) dan secara otomatis pengairan akan terhenti pada saat kelengasan tanah mencapai kapasitas lapang. Sistem irigasi ini memanfaatkan sumber air sumur bor yang dilengkapi dengan pompa air irigasi dimana waktu pengairan dan flow rate dapat diatur. Demplot pertanian terintegrasi dengan sistem pengairan “smart drip irrigation” diterapkan pada kelompok tani Patuh Bersama Dusun Montong Tekot, Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.

Pembenahan kualitas tanah Vertisol dilakukan dengan memasukan pupuk kompos berbahan baku kotoran sapi dan biochar sebagai pembenah tanah. Melalui kegiatan Bimbingan teknis pembuatan pupuk kompos kotoran sapi dan pembenah tanah, petani telah dapat menghasilkan kompos berkualitas yang sesuai standar SNI 19-7030-2004 dan biochar sekam sesuai Permentan No. 70/Permentan/SR.140/10/2011.

Peningkatkan kualitas dan produksi tanaman dilakukan dengan aplikasi pupuk terpadu antara pupuk kimia, pupuk hayati (pelarut fosfat dan penghasil hormone tanaman) dan pupuk organik. Ragam sayuran dan buah lokal yang disuplai ke restoran dan hotel menjadi pilihan prioritas tanaman yang diusahakan, seperti pisang Cavendish, pepaya, anggur, sayuran ockra, pare, tomat, cabai, mentimun dan empon-empon (jahe dan kunyit). Produk hortikultura yang dihasilkan selain dijual dalam bentuk segar juga dapat ditingkatkan nilainya menjadi produk olahan khas yang dapat digunakan sebagai welcome drink, dessert, maupun oleh-oleh khas Mandalika. Produk olahan dikemas sesuai standar mutu dan keamanan pangan (sesuai SNI), dan sedang pengurusan legalitas produk untuk komersialisasi. Terkait dengan pengolahan pangan, kelompok pengolah pangan Kelompok Wanita Tani (KWT) kampung hijrah (Dusun Ngolang) telah siap menjadi produsen olahan pangan di wilayah Kawasan Mandalika yang didampingi langsung oleh Dr. Sitti Hilyana dan Andre Rachmat Scabra, M.Si. Beberapa produk olahan pangan yang siap dipasarkan antara lain keripik pisang, keripik pare, bon cabai, selai papaya, minuman serbuk jahe dan kunyit.

Dr. Ir. Lolita Endang Susilowati, M.P., Ketua Tim Pelaksana Kedaireka Matching Fund Patriot Pangan Nasional 2022 menegaskan sasaran akhir dari kegiatan ini, “kita ingin agar keberlanjutan sistem pertanian terpadu dengan teknologi irigasi smart drip irrigation untuk mendukung ketahanan pangan lokal dan meningkatkan pendapatan masyarakat Kawasan Penyangga Super Proritas Mandalika.”

“Kegiatan ini difokuskan untuk pelatihan dan pendampingan budidaya tanaman, pendampingan pengolahan pangan berbasis pangan lokal, pembentukan dan penguatan kelembagaan kelompok Wanita tani sebagai kelompok produsen olahan pangan, dan untuk mencapai Indikator Kinerja Utama (IKU) Program Studi Ilmu Tanah,” terang Dr. Lolita.

Selain itu, dari sisi sistem pembelajaran Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Perguruan Tinggi, kegiatan ini diharapkan menghasilkan bentuk pembelajaran kolaboratif dan partisipatif bagi mahasiswa yang harus belajar di luar kampus selama satu semester, menjadi tempat penerapan Inovasi pengetahuan dan teknologi karya dosen yang siap diadopsi oleh masyarakat dan menjadi tempat mahasiswa KKN, PKL, magang, riset, hingga wirausaha sesuai dengan capaian indikator kinerja utama (IKU -MBKM) Universitas Mataram. Kegiatan ini terbangun atas Kerjasama Universitas Mataram, lndonesia Tourism Development Corporation (ITDC) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah melalui program Matching Fund Patriot Pangan Kampus Merdeka 2022 Konsorsium 10 PTN Indonesia. Kerjasama ini diawali dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait dengan rencana implementasi kegiatan.